Rabu, 10 Juli 2013

KETIADAAN... by Faisal To Ware

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM...
ALLAH..Sang Maha Meliputi semua materi, semua cahaya, semua energi, semua getaran, semua daya, semua gerak, semua pikiran, semua persepsi, semua kehendak, semua penglihatan, semua pendengaran, semua rasa, semua waktu, semua jarak, semua dimensi, semua ruang, semua dunia, semua akhirat, semua syurga, semua neraka, semua wujud, semua malaikat, semua makhluk, semua sifat, semua baik, semua buruk, semua senang, semua susah, semua bahagia, semua sedih, semua aksara, semua kata, semua kalimat, semua bunyi, semua hidup, semua mati, semua nafas, semua apa saja.., bahkan meliputi semua kesadaran...


RUANGAN yang merupakan realitas dari sebuah kalimat sederhana yang membawa kesadaran kita untuk menafikan segala sesuatu, LAA ILAHA...!. Ruang yang tidak ada apa-apa lagi disitu yang bisa kita nafikan (tiadakan). KOSONG..., HENING..., ABADI..., AL BATHIN..., ALIF LAM MIM..., NUN...
Masalahnya adalah, saat kita ingin menyadari kekosongan ini, kita dihadapkan pada banyak referensi yang tidak mudah untuk dimengerti. Kita digiring kepada pengetahuan-pengetahuan yang rumit. Semakin rumit ilmunya, maka itu dikatakan semakin hebat. Makanya untuk menemukan suasana kekosongan ini saja, kita juga berumit-rumit ria. Haruslah begini, haruslah begitu, haruslah begiti, haruslah begito, haruslah begita. Akhirnya kita jadi pusing sendiri...
Padahal siapapun juga, siapa saja, sebenarnya punya kesempatan yang sama untuk bisa menyadari adanya kekosongan abadi ini. Sesuatu yang tidak perlu dicari-cari dan dibayang-bayangkan. Wong kosong kok dicari dan dibayangkan?. Ya ndak bakalan ketemu. Sebenarnya kita tinggal DEKONSENTRASI..., KOSONG..., lalu tunjuk saja INI, selesai sudah...

Kalau ada yang masih bingung juga, maka sebuah teknik yang amat sederhana berikut barangkali bisa dijadikan sebagai alternatif cara yang patut dicoba. Yaitu teknik TIDAK MENGAKU. Ya..., tidak mengaku...!. . Jadilah tidak mengaku pintar, tidak mengaku hebat, tidak mengaku khusyu, tidak mengaku bisa, tidak mengaku tersiksa, tidak mengaku sedih, tidak mengaku hidup, tidak mengaku ada, tidak mengaku apa saja...
 bagaimana mau tidak mengaku kalau selama ini kita diajarkan untuk mengaku-ngaku. Ini milikku, ini tanganku, ini dadaku, ini hartaku, ini pintarku, ini bisaku, ini seribu pengakuanku... Dan semua pengakuan kita itu sudah karatan berada didalam ceruk-ceruk memori otak kita. Anehnya lagi, semakin kita tidak mengaku, malah sebaliknya pengakuan kita itu semakin pekat muncul didalam pikiran kita. Saat kita mengaku tidak hebat, maka yang muncul didalam pikiran kita malah kita yang hebat. Saat kita mengaku tidak sombong dan angkuh, maka yang muncul didalam pikiran kita malah saya sombong dan angkuh. Ya begitulah, kalau kita mencoba untuk tidak mengaku itu dengan pikiran kita. Untuk tidak mengaku itu, kita masuk kedalam alam memori pikiran kita. Bahwa untuk mengaku tidak hebat itu caranya begini dan begitu, untuk mengaku tidak sombong itu kita harus begini dan begitu. Hanya sekedar definisi-definisi saja kesemuanya itu.
Padahal sombong itu adalah rasa. Rasa sombong. Begitu juga dengan rasa-rasa yang lainnya, seperti rasa hebat, rasa angkuh, rasa bisa, rasa hidup, rasa kaya, rasa ada... Dan jadilah kita menjalankan rasa itu dalam setiap langkah kehidupan kita. Saat dada kita dilekati oleh rasa angkuh, maka kita akan menjalankan keseharian kita dengan rasa angkuh itu. Kepada siapa saja kita akan angkuh. Malah semakin lemah dan rendah orang lain yang ada dihadapan kita, maka rasa angkuh itu akan semakin kental dan pekat pula munculnya. Dan kita sangat-sangat terbiasa masuk dan terikat dengan rasa angkuh itu. Kita dililit oleh rasa angkuh itu, seperti lilitan seekor ’ular anakonda’ yang super besar. Kita terengah-engah seperti kesulitan bernafas. Semakin dalam kita masuk kedalam ruangan rasa angkuh itu, semakin sesak pula nafas kita. Malah sesak nafas kita itu akan lebih parah lagi kalau ada orang lain yang ’menggemai’ (menyentuh) rasa angkuh kita itu dengan rasa angkuh miliknya, yang menurut kita rasa angkuh dia jauh dibawah rasa angkuh kita. Sesak dan menyiksa sekali.

Sekarang cobalah iqra..., baca, amati rasa kita masing-masing dengan seksama. Saat aku dipalun oleh rasa angkuh, maka akan muncul rasa angkuhku. Aku di lilit oleh rasa angkuh. Aku diliputi oleh rasa angkuh, sehingga akupun jadi angkuh. Ooo..., lihatlah..., ada aku dan ada rasa angkuh. Dan alat untuk menangkap rasa angkuh itu adalah dadaku, bukan mataku, bukan telingaku, bukan lidahku, bukan pula kulitku. Sedangkan otakku hanyalah alat yang berguna untuk menyimpan memori rasa marah itu, sehingga rasa marah itu bisa dengan mudah mengalir kembali kedalam dadaku setiap saat.

Oleh sebab itu untuk memahami rasa itu, janganlah gunakan mata, telinga, lidah, dan kulit kita. Untuk itu gunakanlah Hati kita. Yap..., rasa angkuh dan sombong, rasa mengaku itu tadi, ternyata letaknya ada di Hati kita.

Ada aku dan ada Hatiku. Aku menjadi pengamat atas Hatiku. Aku menjadi terpisah dengan Hatiku. Tuh ada hatiku dibawahku. Aku berada diatas Hatiku, diatas semua rasa, ”balil insanu ’ala nafsihi bashirah”,(al Qiyamah 14).

Dan menakjubkan sekali..., begitu kita berhasil menjadi pengamat atas Hati kita dengan arif, kita seperti keluar dari Hati kita. Kita seperti berada diatas semua rasa kita. Seketika itu pula kita akan terbebas pula dari berbagai rasa pengakuan yang tadinya menyergap kita. Sebab aku ternyata adalah wujud yang tidak pernah mengaku apa-apa, karena aku memang tidak pernah terikat dengan berbagai bentuk pengakuan. Aku adalah wujud yang melampui semua rasa pengakuan. Aku adalah wujud yang semurni-murninya wujud, Ar Ruh.

Aku adalah wujud yang tidak terpengaruh oleh rasa senang maupun sedih. Aku adalah diri yang tidak terikat oleh rasa takut, rasa khawatir ataupun rasa tenang. Aku adalah wujud yang berada dalam ruang kekosongan dari segala pengakuan. Inilah makna Laa ilaha.. yang sebenarnya....

Akulah Ar Ruh yang sangat dekat dengan Tuhan, Sang Pemilikku. INI...

Kalau sudah begini, kita tinggal selangkah lagi saja untuk menjadi seorang yang bertauhid, seorang mukmin. Kita tinggal MEMANCAR mengarah ke INI. Lalu panggil Sang INI yang menyebut Diri-Nya dengan Nama ALLAH..., insyaALLAH..





"Nyalin kembali dari catatan yang dibagikan untukku di 2 thn lalu.... " thanks to yang udah bagi2 catatannya... walau mungkin msh dlm proses 'pencarian'...^^"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar