BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM...
ALLAH..Sang Maha Meliputi semua
materi, semua cahaya, semua energi, semua getaran, semua daya, semua
gerak, semua pikiran, semua persepsi, semua kehendak, semua penglihatan,
semua pendengaran, semua rasa, semua waktu, semua jarak, semua dimensi,
semua ruang, semua dunia, semua akhirat, semua syurga, semua neraka,
semua wujud, semua malaikat, semua makhluk, semua sifat, semua baik,
semua buruk, semua senang, semua susah, semua bahagia, semua sedih,
semua aksara, semua kata, semua kalimat, semua bunyi, semua hidup, semua
mati, semua nafas, semua apa saja.., bahkan meliputi semua kesadaran...
RUANGAN
yang merupakan realitas dari sebuah kalimat sederhana yang membawa
kesadaran kita untuk menafikan segala sesuatu, LAA ILAHA...!. Ruang yang
tidak ada apa-apa lagi disitu yang bisa kita nafikan (tiadakan).
KOSONG..., HENING..., ABADI..., AL BATHIN..., ALIF LAM MIM..., NUN...
Masalahnya
adalah, saat kita ingin menyadari kekosongan ini, kita dihadapkan pada
banyak referensi yang tidak mudah untuk dimengerti. Kita digiring kepada
pengetahuan-pengetahuan yang rumit. Semakin rumit ilmunya, maka itu
dikatakan semakin hebat. Makanya untuk menemukan suasana kekosongan ini
saja, kita juga berumit-rumit ria. Haruslah begini, haruslah begitu, haruslah begiti, haruslah begito, haruslah begita. Akhirnya kita jadi pusing sendiri...
Padahal
siapapun juga, siapa saja, sebenarnya punya kesempatan yang sama untuk
bisa menyadari adanya kekosongan abadi ini. Sesuatu yang tidak perlu
dicari-cari dan dibayang-bayangkan. Wong kosong kok dicari dan
dibayangkan?. Ya ndak bakalan ketemu. Sebenarnya kita tinggal
DEKONSENTRASI..., KOSONG..., lalu tunjuk saja INI, selesai sudah...
Kalau
ada yang masih bingung juga, maka sebuah teknik yang amat sederhana
berikut barangkali bisa dijadikan sebagai alternatif cara yang patut
dicoba. Yaitu teknik TIDAK MENGAKU. Ya..., tidak mengaku...!. . Jadilah
tidak mengaku pintar, tidak mengaku hebat, tidak mengaku khusyu, tidak
mengaku bisa, tidak mengaku tersiksa, tidak mengaku sedih, tidak mengaku
hidup, tidak mengaku ada, tidak mengaku apa saja...
bagaimana
mau tidak mengaku kalau selama ini kita diajarkan untuk mengaku-ngaku.
Ini milikku, ini tanganku, ini dadaku, ini hartaku, ini pintarku, ini
bisaku, ini seribu pengakuanku... Dan semua pengakuan kita itu sudah
karatan berada didalam ceruk-ceruk memori otak kita. Anehnya lagi,
semakin kita tidak mengaku, malah sebaliknya pengakuan kita itu semakin
pekat muncul didalam pikiran kita. Saat kita mengaku tidak hebat, maka
yang muncul didalam pikiran kita malah kita yang hebat. Saat kita
mengaku tidak sombong dan angkuh, maka yang muncul didalam pikiran kita
malah saya sombong dan angkuh. Ya begitulah, kalau kita mencoba untuk
tidak mengaku itu dengan pikiran kita. Untuk tidak mengaku itu, kita
masuk kedalam alam memori pikiran kita. Bahwa untuk mengaku tidak hebat
itu caranya begini dan begitu, untuk mengaku tidak sombong itu kita
harus begini dan begitu. Hanya sekedar definisi-definisi saja kesemuanya
itu.
Padahal sombong itu adalah rasa. Rasa sombong. Begitu juga
dengan rasa-rasa yang lainnya, seperti rasa hebat, rasa angkuh, rasa
bisa, rasa hidup, rasa kaya, rasa ada... Dan jadilah kita menjalankan
rasa itu dalam setiap langkah kehidupan kita. Saat dada kita dilekati
oleh rasa angkuh, maka kita akan menjalankan keseharian kita dengan rasa
angkuh itu. Kepada siapa saja kita akan angkuh. Malah semakin lemah dan
rendah orang lain yang ada dihadapan kita, maka rasa angkuh itu akan
semakin kental dan pekat pula munculnya. Dan kita sangat-sangat terbiasa
masuk dan terikat dengan rasa angkuh itu. Kita dililit oleh rasa angkuh
itu, seperti lilitan seekor ’ular anakonda’ yang super besar. Kita
terengah-engah seperti kesulitan bernafas. Semakin dalam kita masuk
kedalam ruangan rasa angkuh itu, semakin sesak pula nafas kita. Malah
sesak nafas kita itu akan lebih parah lagi kalau ada orang lain yang
’menggemai’ (menyentuh) rasa angkuh kita itu dengan rasa angkuh
miliknya, yang menurut kita rasa angkuh dia jauh dibawah rasa angkuh
kita. Sesak dan menyiksa sekali.
Sekarang cobalah iqra...,
baca, amati rasa kita masing-masing dengan seksama. Saat aku dipalun
oleh rasa angkuh, maka akan muncul rasa angkuhku. Aku di lilit oleh rasa
angkuh. Aku diliputi oleh rasa angkuh, sehingga akupun jadi angkuh.
Ooo..., lihatlah..., ada aku dan ada rasa angkuh. Dan alat untuk
menangkap rasa angkuh itu adalah dadaku, bukan mataku, bukan telingaku,
bukan lidahku, bukan pula kulitku. Sedangkan otakku hanyalah alat yang
berguna untuk menyimpan memori rasa marah itu, sehingga rasa marah itu
bisa dengan mudah mengalir kembali kedalam dadaku setiap saat.
Oleh
sebab itu untuk memahami rasa itu, janganlah gunakan mata, telinga,
lidah, dan kulit kita. Untuk itu gunakanlah Hati kita. Yap..., rasa
angkuh dan sombong, rasa mengaku itu tadi, ternyata letaknya ada di Hati
kita.
Ada aku dan ada Hatiku. Aku menjadi pengamat atas
Hatiku. Aku menjadi terpisah dengan Hatiku. Tuh ada hatiku dibawahku.
Aku berada diatas Hatiku, diatas semua rasa, ”balil insanu ’ala nafsihi
bashirah”,(al Qiyamah 14).
Dan menakjubkan sekali...,
begitu kita berhasil menjadi pengamat atas Hati kita dengan arif, kita
seperti keluar dari Hati kita. Kita seperti berada diatas semua rasa
kita. Seketika itu pula kita akan terbebas pula dari berbagai rasa
pengakuan yang tadinya menyergap kita. Sebab aku ternyata adalah wujud
yang tidak pernah mengaku apa-apa, karena aku memang tidak pernah
terikat dengan berbagai bentuk pengakuan. Aku adalah wujud yang melampui
semua rasa pengakuan. Aku adalah wujud yang semurni-murninya wujud, Ar
Ruh.
Aku adalah wujud yang tidak terpengaruh oleh rasa
senang maupun sedih. Aku adalah diri yang tidak terikat oleh rasa takut,
rasa khawatir ataupun rasa tenang. Aku adalah wujud yang berada dalam
ruang kekosongan dari segala pengakuan. Inilah makna Laa ilaha.. yang
sebenarnya....
Akulah Ar Ruh yang sangat dekat dengan Tuhan, Sang Pemilikku. INI...
Kalau
sudah begini, kita tinggal selangkah lagi saja untuk menjadi seorang
yang bertauhid, seorang mukmin. Kita tinggal MEMANCAR mengarah ke INI.
Lalu panggil Sang INI yang menyebut Diri-Nya dengan Nama ALLAH...,
insyaALLAH..
"Nyalin kembali dari catatan yang dibagikan untukku di 2 thn lalu.... " thanks to yang udah bagi2 catatannya... walau mungkin msh dlm proses 'pencarian'...^^"