Pinisi merupakan kapal layar traditional Indonesia khas Suku Bugis dan Makassar, Menurut epik I La Galigo, pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading. Tradisi membangun pinisi diteruskan oleh masyarakat bulukumba. Di seluruh dunia, pinisi tersisa sebagai satu-satunya kapal kayu besar yang masih diproduksi. Dulu pinisi bertugas mengangkut komoditas dan dimodifikasi menjadi kapal pesiar.
Pinisi telah teruji ketangguhannya mangarungi samudra selama berabad-abad. Sejak dulu, pinisi punya peran penting dalam perdagangan komoditas dan alat transportasi antar pulau. Bagi masyarakat luwu, Sulawesi Selatan, pinisi punya kisah seperti tertuang dalam sureq (cerita epik) I La Galigo. Seiring waktu, pinisi masih berperan sebagai alat angkut sekaligus menjelma menjadi duta budaya Indonesia.
Pinisi adalah kapal layar traditional Indonesi khas suku Bugis dan suku Makassar. Konon, nama pinisi di ambil dari seorang bernama pinisi yang menegur nahkoda kapal pesisir pantai Bira agar memperbaiki layar kapalnya. Namun ada juga yang mengatakan nama pinisi diambil dari nama kota air Venesia, Italia. Ada pula yang menyebut pinisi merupakan nama kapal layar milik Portugal. Pinisi dalam sejarah disebutkan sebagai hasil evolusi dari satu bentuk kapal ke bentuk lainnya. Dimulai dengan keberadan perahu Padewakang, perahu Bugis pertama, hingga akhirnya berevolusi menjadi pinisi yang menggunkan tiang dan layar.
Menurut epik I La Galigo, pada abad ke 14 pinisi pertama kali di buat oleh Sawerigading, dari kerajaan Luwu untuk berlayar menuju tiongkok demi meminang Putri Tiongkok, We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di Tiongkok, Sawerigading kembali ke Luwu. Menjelang masuk perairan luwu, kapal di terjang gelombang besar dan pinisi terbelah menjadi tiga lalu terdampar di desa ara, tanah Lemo, dan Bira. Mayarakat ketiga desa tersebut merakit pecahan kapal menjadi perahu yang kemudian dinamakan pinisi. Orang ara membuat badan kapal, di tanah lemo kapal tersebut dirakit dan orang Bira menyelesaikan pembangunan pinisi.
Pinisi adalah karya seni. pembuatannya hanya memerlukan 2-3 orang saja. Semakin banyak yang menggarap, diyakini semakin kurang nilai seni maupun estetikanya. Pembangunan kapal pinisi tidak didasarkan pada gambar rancang bangun, melainkan mengandalkan naluri. Keahlian membangun kapal didapat secara turun temurun, diwariskan dari orangtua kepada anak. Dibuat tanpa sketsa dan gambar kerja, kapal kayu pinisi teruji kestabilan dan kekokohannya membelah samudra dan menjelajah dunia.
Pembuatan Lambung Kapal Phinisi |
Gagah.... ^^ |
Kapal Phinisi setengah jadi |
Pusat Pembuatan kapal pinisi terletak di Tana Beru, Kabupaten Bulukumba, sekitar 150 km arah selatan kota Makassar. Perajin kapal dari tana Beru pernah membangun kapal pinisi terbesar berkapasitas 500 Ton, dengan panjang 50 meter dan lebar 10 meter. Jauh lebih besar dibandingkan pinisi pada umumnya yang memiliki panjang 20-30 meter. Kapal ini pesanan seorang berkebangsaan Polandia. Pinisi dari tana Beru memang terkenal hingga mancanegara tak heran pemesannya sebagian berasal dari luar negri, seperti dari Jepang, AS, dan negara-negara di benua Eropa
Kapal Pinisi memiliki keunikan dalam pembangunannya, dinding kapal dibuat terlebih dahulu, baru kemudian rangka disusun. Setiap tahap pembangunan kapal pinisi disertai ritual. Dimulai dari menentukan hari baik untuk mencari kayu kapal dan pemasangan lunas. Ritual dipimpin seorang pawang sekaligus ahli pembuat kapal yang disebut Panrita Lopi. Ritual ini juga dilakukan saat pembuatan kapal memasuki tahap pemasangan papan pengapit dan penguat lunas. Tahap terakhir, upacara menyucikan kapal ketika pinisi hendak diluncurkan ke perairan.
Salah satu catatan penting tentang pinisi terekam dalam jejak pelayaran "Phinisi Nusantara", yang dimulai 9 Juli 1986. kapal ini berhasil berlabuh di Marine Plaza, Vancouver, Kanada, setelah 69 hari berlayar sejauh 10.600 mil mengarungi Samudra Fasifik yang terkeneal ganas. Phinisi nusantara beserta awaknya mendapat sambutan hangat masyarakat Vancouver. Kapal induk Amerika, USS Conselation, memberikan penghormatan militer saat berpapasan dengan phinisi nusantara yang meneruskan pelayaran ke Kanada dan San Diego, AS. kapal kayu tersebut membuat seluruh awak kapal induk AS terpukau.
Buku Pinisi Nusantara |
Hingga akhir 1970-an, armada pinisi masih berwujud kapal layar murni-tanpa motor. Sejak sekitar tahun 1978, ada dorongan untuk menambahkan motor pada pinisi. Saat ini, sebagian besar pinisi menjadi kapal mesin sehingga kerap disebut kapal layar mesin (KLM). Kehadiran mesin telah mendorong sejumlah perubahan, baik pada bentuk lambung maupun struktur. Namun kapal layar mesin masih menyisihkan ciri awal pinisi, seperti tiang, bentuk haluan dan tiga layar kecil dibagian depan.
Berabad-abad lalu, pinisi digunakan untuk mengangkut bala tentara perang. Seiring maningkatnya perdagangan Nusantara melalui jalur maritim, kapal pinisi umum digunakn untuk mengangkut komoditas antar-pulau. Pinisi merupakan jenis perahu dagang berukuran besar yang mampu membawa kargo hingga 100 ton. Hingga era ini, pinisi masih digunakan sebagai kapal kargo. Dipelabuhan rakyat seperti pelabuhan Poetere Makassar dan pelabuhan Sunda Kelapa Jakarata, pinisi terlihat membawa sejumlah kargo kecil berisi kayu gelondongan, semen, ubin, bahan makanan pokok, hingga kendaraan bermotor.
Kini para pembuat kapal di seluruh dunia tidak lagi memproduksi kapal kayu. Sejarah kapal Galleon yang dibuat sekitar abad 15 di Spanyol atau kapal Jung dari Tiongkok telah usai. Hanya pinisi yang tersisa sebgai satu-satunya kapal kayu besar yang masih diproduksi. Mempertahankan mahakarya Indonesia ini bukan hal yang mudah. Berbagai tantangan muncul, mulai dari bahan baku yang menipis hingga hadirnya sentra-sentra pembuatn pinisi di luar Indonesia
Sangat disayangkan kini tidak ada lagi festival yang merayakan kebesaran nama pinisi. Bandingkan dengan Sandeq Race-balap perahu layar traditional Mandar dengan rute 400 km yang digelar setiap tahun sejak 1995. Atau lebih jauh lagi ada scottish Traditional Boat Festival Skotlandia dan lomba perahu Naga khas China selatan yang telah mendunia. Festival pinisi pernah diadakan di Bulukumba pada tahun 2010 dan 2011, tapi setelah itu terhenti. Satu-satunya lomba pinisi besar yang pernah tercatat adalah Pelra Race yang mengambil rute Makassar-Jakarta. Ajang ini berlangsung satu kali, tahun 1992
Nama besar pinisi bukan hanya memberi pengidupan bagi pembuat kapal. Pinisi juga turut memberi berkah bagi perajin buah tangan. Di banyak tempat di Sulawesi Selatan, termasuk di Sorowako, terdapat kelompok2 usaha kecil yang menekuni kerajinan tangan bertema pinisi. Kapal kayu ini juga menjadi inspirasi arsitek untuk mewujudkannya ke dalam bangunan, seperti tampak pada bandara International Sultan Hsanuddin Makassar dan menara pinisi Universitas Negri Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar