Rabu, 29 Januari 2014

Belum bisa jadi penulis

Beberapa waktu yang lalu di tempatku bekerja, diadakan sebuah training tentang penulisan Buku Ajar, pelatihan itu tepatnya di lakukan di bulan Juni 2013 kemarin..... Training ini membahas tentang bagaimana seorang pengajar menyusun sebuah "Buku Ajar" yang dijadikan pegangan untuk mengajar anak didiknya tanpa "menyalin" atau "menyontek dari buku-buku yang sudah ada (biasanya di kenal dengan istilah plagiat).....


Training tersebut membahas mulai dari awal, apa yang harus kita persiapkan sebelumnya untuk menulis sebuah buku...., aku sangat tertarik dengan materi ini karena diriku sangat menyenangi seni tulis menulis, meski yang kutuliskan masih jauh dari kependidikan hehehe......^^, di pelatihan tersebut di katakan bahwa sebelum kita menulis sebuah buku, maka kita harus mengetahui hakikat atau tujuan dari buku  tersebut..... dan akupun menyimpulkan bahwa bukan hanya buku ajar saja yang memiliki tujuan, buku lainpun harus memiliki tujuan untuk apa kita menuliskannya..... 

Setelah kita mengetahui tujuan dari penulisan buku kita, maka langkah selanjutnya adalah kita harus tau bagaimana penggunaan bahasa dalam sebuah buku, dengan memperhatikan jenis buku apa yang ingin kita tulis, karena training kemarin membahas mengenai penulisan buku ajar, maka bahasa yang digunakanpun haruslah sesuai dengan bahasa dan ejaan yang telah di sempurnakan, yakni bahasa yang mudah di mengerti oleh siswa yang akan membaca buku tersebut tanpa melanggar aturan-aturan dalam bahasa Indonesia....

Pemateri dikala itu memberikan kami gambaran bahwa seseorang yang ingin menulis sebuah buku bisa "berangkat" dari membuat sampul bukunya saja dulu....., katanya dengan membuat sampul buku maka kita akan terus terpacu untuk menulis buku (meski rasa malas melanda ^^) karena di sampul buku tersebut sebenarnya sdh terancang sebuah buku yang siap dituliskan, (apalagi di sampul tersebut tertulis nama kita yang akan memacu kita untuk terus menulis hehehehe)....

Sebuah buku bisa juga di lengkapi dengan beberapa ilustrasi yang mendukung isi dari buku tersebut, ilustrasi dapat berupa foto, gambar, sketsa, kartun, diagram, skema, grafik, tabel, dll... intinya ilustrasi tersebut memudahkan pembaca untuk mengerti isi dari buku........

Banyak sekali langkah2 yang di paparkan oleh pembicara saat training tersebut, sayangnya training tersebut hanya berlangsung dua hari saja, sehingga praktek untuk penulisan buku ajar tersebut hanya sampai pada pembuatan sampul, kata persembahan, profil penulis, daftar isi, dan beberapa hal di dalam buku yang mendukung buku itu sendiri..., sedang isinya masih belum ada yang bisa memulai......... dan dari trainig kemarin diriku menyimpulkan : bahwa diriku belum bisa menjadi seorang penulis, di samping tata bahasa yang masih amburadul, sistematika penulisan (beberapa tulisanku) juga masih jauh dari sempurna seperti yang diajarkan....., tapi........ itu semua  tidak menjadi penghalang buatku untuk terus belajar tentang bagaimana cara menulis yang baik dan benar...... so..... mari kita terus menulis..... ^^

Kamis, 16 Januari 2014

Angpo....

Dahulu di jaman SD... jika aku ingin meminta uang jajan sama bapak, bapak pasti bilang "minta sama mamamu... bapak tidak pegang uang", dan diriku segera ke mama dan mama pasti memberikan 100 rupiah... jaman SD uang 100 rupiah sangat bernilai... aku cukup puas berbelanja dengan uang itu, aku sudah bisa membeli gorengan, manisan dan es lilin..... ^^

Di jaman SMP... jika aku meminta uang jajan sama bapak, bapak pasti bilang "minta sama mamamu, bapak tidak pegang uang....", dan lagi2 diriku meminta ke mama dan mama biasanya ngasih uang 1000an ato bilang "mama lagi gak ada uang, sabar yach, uangnya untuk kakak2mu sekolah"... dan jika beruntung aku dapat uang 1000, di jaman SMP kelas 1ku uang seribu sudah bisa membeli semangkok bakso, tapi itu gak bertahan lama, tiba2 semangkok bakso berubah harga menjadi 1500, 1700, dan lalu 2000 rupiah..., waktu itu bakso menjadi makanan yang sangat special bagiku karena beruntung sekali jika dalam sebulan aku bisa menikmatinya dan tiba2 bakso menjadi makanan favoritku ^^... jadi uang 1000an tadi hanya bisa aku gunakan jajan untuk es tong2, kerupuk ubi, dan beberapa gorengan.
Di jaman SMU.... aku jarang lagi meminta uang sama bapak, karena beberapa kakak2ku sudah bekerja, tiap bulan aku selalu di beri "jatah" uang jajan 10.000an, di tambah jatah dari sepupuku yang tinggal di rumah yang dengan sangat baik hati selalu memberiku uang 25.000an atau 50.000an..., Uang itu tidak aku gunakan untuk jajan saja, tapi aku gunakan juga untuk membeli keperluan sekolahku, biasanya jajan di jaman SMUku adalah sarapan pagi (sekolah jauh dari rumah maka sarapnnya di sekolah hehehehe....), camilan atau bakso di siang hari, dan minuman jika pulang sekolah sembari menunggu bis sekolah. uang "jatah" itu sebagian aku tabung pula.....

Ketika aku kuliah aku tidak meminta uang jajan lagi, tapi bapak dan mama otomatis langsung mengirim uang plus sekarton makanan  untuk jatah sebulan, karena aku berdua dengan kakakku, maka uang kiriman itu kami bagi berdua, kami mengaturnya untuk pengeluaran listrik, air, ongkos pete2, keperluan kuliah dan telpon.... kadang2 uang yang dikirimkan tidak mencukupi untuk kami berdua tapi dengan memanfaatkan ilmu akutansi ^^, maka uang tersebut, kami atur agar cukup tidak cukup harus di cukupkan, kadang pula uang yang dikirimkan bapak dan mama (jika mereka agak longgar) dikirim sedikit lebih dari biasanya, sehingga kelebihan itu bisa kami manfaatkan untuk keperluan yang lain ato untuk sekedar menikmati bakso (yg mnjadi makanan favku ^^), di perantauan saat itu.........

Di jaman selepas kuliah, dan pontang panting mencari kerja, aku tidak meminta uang lagi kepada bapak dan mama, semua kakak2ku  berbaik hati memberi uang, dan uang pemberiannya itu aku gunakan untuk mencari kerja dan kerja....

Di jaman sekarang disaat aku sudah berpenghasilan...., otomotis tidak ada lagi acara meminta uang, sekarang berubah manjadi tempat dimintai uang^^, oleh ponakan2... aku menunggu dimintai oleh bapak dan mama... tapi sampai sekarang mereka tidak pernah "meminta"..., dan sebagai anak, seharusnya aku mengerti... meski tidak di minta.... aku wajib memberi kepada mereka... kalau di hitung2, mulai dari jaman dahulu sampai sekarang betapa banyak uang orangtua yang aku keluarkan, dan sepatutnyalah aku berterimakasih kepada mereka.... 
dan kejadian kemarin, bapak yang baru saja pulang dari sulteng tempatnya bekerja, di mintai uang oleh cucu2nya... katanya angpo..., iseng2 diriku juga meminta (sambil bercanda), dan uang 100.000an keluar dari dompet bapak untuk diriku....., dalam hati aku berkata.. "bahkan sampai sekarangpun jika aku meminta, mereka tetap memberi, padahal aku sudah memiliki sendiri, sungguh luar biasa kasih sayang kedua orangtua, dan ini kali pertama aku meminta uang kepada bapak (meski hanya candaan) beliau tidak mengatakan : minta sama mamamu, bapak tidak pegang uang..... " :')......, terimakasih bapak, mama....................... ^^   


Kamis, 02 Januari 2014

PINISI....

Seperti yang tercatat pada kalender Vale 2014 ...........

Pinisi merupakan kapal layar traditional Indonesia khas Suku Bugis dan Makassar, Menurut epik I La Galigo, pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading. Tradisi membangun pinisi diteruskan oleh masyarakat bulukumba. Di seluruh dunia, pinisi tersisa sebagai satu-satunya kapal kayu besar yang masih diproduksi. Dulu pinisi bertugas mengangkut komoditas dan dimodifikasi menjadi kapal pesiar.



Pinisi telah teruji ketangguhannya mangarungi samudra selama berabad-abad. Sejak dulu, pinisi punya peran penting dalam perdagangan komoditas dan alat transportasi antar pulau. Bagi masyarakat luwu, Sulawesi Selatan, pinisi punya kisah seperti tertuang dalam sureq (cerita epik) I La Galigo. Seiring waktu, pinisi masih berperan sebagai alat angkut sekaligus menjelma menjadi duta budaya Indonesia.
Pinisi adalah kapal layar traditional Indonesi khas suku Bugis dan suku Makassar. Konon, nama pinisi di ambil dari seorang bernama pinisi yang menegur nahkoda kapal pesisir pantai Bira agar memperbaiki layar kapalnya. Namun ada juga yang mengatakan nama pinisi diambil dari nama kota air Venesia, Italia. Ada pula yang menyebut pinisi merupakan nama kapal layar milik Portugal. Pinisi dalam sejarah disebutkan sebagai hasil evolusi dari satu bentuk kapal ke bentuk lainnya. Dimulai dengan keberadan perahu Padewakang, perahu Bugis pertama, hingga akhirnya berevolusi menjadi pinisi yang menggunkan tiang dan layar.
Menurut epik I La Galigo, pada abad ke 14 pinisi pertama kali di buat oleh Sawerigading, dari kerajaan Luwu untuk berlayar menuju tiongkok demi meminang Putri Tiongkok, We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di Tiongkok, Sawerigading kembali ke Luwu. Menjelang masuk perairan luwu, kapal di terjang gelombang besar dan pinisi terbelah menjadi tiga lalu terdampar di desa ara, tanah Lemo, dan Bira. Mayarakat ketiga desa tersebut merakit pecahan kapal menjadi perahu yang kemudian dinamakan pinisi. Orang ara membuat badan kapal, di tanah lemo kapal tersebut dirakit dan orang Bira menyelesaikan pembangunan pinisi.
Pinisi adalah karya seni. pembuatannya hanya memerlukan 2-3 orang saja. Semakin banyak yang menggarap, diyakini semakin kurang nilai seni maupun estetikanya. Pembangunan kapal pinisi tidak didasarkan pada gambar rancang bangun, melainkan mengandalkan naluri. Keahlian membangun kapal didapat secara turun temurun, diwariskan dari orangtua kepada anak. Dibuat tanpa sketsa dan gambar kerja, kapal kayu pinisi teruji kestabilan dan kekokohannya membelah samudra dan menjelajah dunia.

Pembuatan Lambung Kapal Phinisi

Gagah.... ^^

Kapal Phinisi setengah jadi

Pusat Pembuatan kapal pinisi terletak di Tana Beru, Kabupaten Bulukumba, sekitar 150 km arah selatan kota Makassar. Perajin kapal dari tana Beru pernah membangun kapal pinisi terbesar berkapasitas 500 Ton, dengan panjang 50 meter dan lebar 10 meter. Jauh lebih besar dibandingkan pinisi pada umumnya yang memiliki panjang 20-30 meter. Kapal ini pesanan seorang berkebangsaan Polandia. Pinisi dari tana Beru memang terkenal hingga mancanegara tak heran pemesannya sebagian berasal dari luar negri, seperti dari Jepang, AS, dan negara-negara di benua Eropa
Kapal Pinisi memiliki keunikan dalam pembangunannya, dinding kapal dibuat terlebih dahulu, baru kemudian rangka disusun. Setiap tahap pembangunan kapal pinisi disertai ritual. Dimulai dari menentukan hari baik untuk mencari kayu kapal dan pemasangan lunas. Ritual dipimpin seorang pawang sekaligus ahli pembuat kapal yang disebut Panrita Lopi. Ritual ini juga dilakukan saat pembuatan kapal memasuki tahap pemasangan papan pengapit dan penguat lunas. Tahap terakhir, upacara menyucikan kapal ketika pinisi hendak diluncurkan ke perairan.
Salah satu catatan penting tentang pinisi terekam dalam jejak pelayaran "Phinisi Nusantara", yang dimulai 9 Juli 1986. kapal ini berhasil berlabuh di Marine Plaza, Vancouver, Kanada, setelah 69 hari berlayar sejauh 10.600 mil mengarungi Samudra Fasifik yang terkeneal ganas. Phinisi nusantara beserta awaknya mendapat sambutan hangat masyarakat Vancouver. Kapal induk Amerika, USS Conselation, memberikan penghormatan militer saat berpapasan dengan phinisi nusantara yang meneruskan pelayaran ke Kanada dan San Diego, AS. kapal kayu tersebut membuat seluruh awak kapal induk AS terpukau.

Buku Pinisi Nusantara
Hingga akhir 1970-an, armada pinisi masih berwujud kapal layar murni-tanpa motor. Sejak sekitar tahun 1978, ada dorongan untuk menambahkan motor pada pinisi. Saat ini, sebagian besar pinisi menjadi kapal mesin sehingga kerap disebut kapal layar mesin (KLM). Kehadiran mesin telah mendorong sejumlah perubahan, baik pada bentuk lambung maupun struktur. Namun kapal layar mesin masih menyisihkan ciri awal pinisi, seperti tiang, bentuk haluan dan tiga layar kecil dibagian depan.
Berabad-abad lalu, pinisi digunakan untuk mengangkut bala tentara perang. Seiring maningkatnya perdagangan Nusantara melalui jalur maritim, kapal pinisi umum digunakn untuk mengangkut komoditas antar-pulau. Pinisi merupakan jenis perahu dagang berukuran besar yang mampu membawa kargo hingga 100 ton. Hingga era ini, pinisi masih digunakan sebagai kapal kargo. Dipelabuhan rakyat seperti pelabuhan Poetere Makassar dan pelabuhan Sunda Kelapa Jakarata, pinisi terlihat membawa sejumlah kargo kecil berisi kayu gelondongan, semen, ubin, bahan makanan pokok, hingga kendaraan bermotor.
Kini para pembuat kapal di seluruh dunia tidak lagi memproduksi kapal kayu. Sejarah kapal Galleon yang dibuat sekitar abad 15 di Spanyol atau kapal Jung dari Tiongkok telah usai. Hanya pinisi yang tersisa sebgai satu-satunya kapal kayu besar yang masih diproduksi. Mempertahankan mahakarya Indonesia ini bukan hal yang mudah. Berbagai tantangan muncul, mulai dari bahan baku yang menipis hingga hadirnya sentra-sentra pembuatn pinisi di luar Indonesia
Sangat disayangkan kini tidak ada lagi festival yang merayakan kebesaran nama pinisi. Bandingkan dengan Sandeq Race-balap perahu layar traditional Mandar dengan rute 400 km yang digelar setiap tahun sejak 1995. Atau lebih jauh lagi ada scottish Traditional Boat Festival Skotlandia dan lomba perahu Naga khas China selatan yang telah mendunia. Festival pinisi pernah diadakan di Bulukumba pada tahun 2010 dan 2011, tapi setelah itu terhenti. Satu-satunya lomba pinisi besar yang pernah tercatat adalah Pelra Race yang mengambil rute Makassar-Jakarta. Ajang ini berlangsung satu kali, tahun 1992
Nama besar pinisi bukan hanya memberi pengidupan bagi pembuat kapal. Pinisi juga turut memberi berkah bagi perajin buah tangan. Di banyak tempat di Sulawesi Selatan, termasuk di Sorowako, terdapat kelompok2 usaha kecil yang menekuni kerajinan tangan bertema pinisi. Kapal kayu ini juga menjadi inspirasi arsitek untuk mewujudkannya ke dalam bangunan, seperti tampak pada bandara International Sultan Hsanuddin Makassar dan menara pinisi Universitas Negri Makassar.