Kamis, 07 Februari 2013

Menghadapi berbagai karakter

Minggu ini adalah menjadi minggu yang sibuk bagiku, bukan karena pekerjaan yang menggunung, bukan pula karena mahasiswa2 yang berseliweran layaknya semut2 kecil^^, tetapi karena tugas tambahan yang di berikan oleh p' bos...

Minggu ini adalh minggu ke dua kerjasama antara ATS dan PPI, mahsiswa PPI jurusan MEM (Maintenance) bertolak ke ATS untuk melakukan beberapa praktek, dan diriku kebagian tugas untuk ngabsen dan apel masuknya mereka, biasanya keluh dan kesah para pengajar (instruktur) tertampung di kami dan harus segera di sampaikan kepada para peserta pelatihan (dalam hal ini adalh siswa PPI) dan itu di lakukan pada saat apel dan yang menyampaikan adalah yang bertugas untuk ngapelin peserta pelatihan (aku), biasanya ini adalah makanan mentahku atau dah biasa kulakukan... tapi kali ini nyaliku sedikit menciut^^, karena yang kuhadapi adalah siswa PPI yang umurnya sama atau lebih dr umurku...., bahkan beberapa di antara mereka sudah berkeluarga..... awalnya sedikit bingung bgmn membuat mereka bisa mengerti dengan beberapa peraturan yang ada di tempat ini tanpa kesan menggurui atau kurang hormat ke mereka...., dan salah satu cara jitu yang kugunakan adalah menyebut mereka "teman-teman" agar kedengarannya lebih akrab.... hehehehe....^^, d samping itu mulailah diriku menjelajahi dumay dan mencari trik untuk menghadapi beberapa karakter yang belum kupahami.....

Anw dari hasil penjelajahanku, maka kujumpailah beberapa tipe manusia (karakter), menurut Florence Litteur penulis buku laris “Personality Plus” menguraikan, ada empat pola dasar perilaku manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami, kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain.

Yang pertama kata Florence adalah golongan Sanguinis, “Yang Populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi orang lain. Hidupnya penuh bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa menangis tersedu-sedu.
Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak teratur. Jika suatu kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, bisa jadi ia sanguinis.
Kemungkinan besar ia pun kurang mampu disiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin planning/rencana. Tapi kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakan dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan dia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Beda lagi dengan tipe kedua, golongan melankoli, “Yang Sempurna”. Agak berseberangan dengan sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam.
Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.
Orang melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli’ tak `kan bisa tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri `melankoli’ anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain.

Ketiga, manusia Koleris, “Yang Kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa saja ia `suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy’ itu membuat banyak orang koleris sulit punya teman sejati. Orang-orang akan berusaha menghindar, menjauh agar tak jadi `korban’ karakternya yang suka `ngatur’ dan tak mau kalah itu.
Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya perasaan, “hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua”.
Karena itu mereka sangat “goal oriented”, tegas, kuat, cepat dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “ya! pasti jadi…” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah menyerah, tak mudah pula mengalah.

Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, sang Phlegmatis “Cinta Damai”. Kelompok ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.
Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah para pendengar yang berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang Sanguinis.
Kadang, sedikit serba salah berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau anda punya staf atau pegawai phlegmatis, anda harus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi sendiri oleh dirinya.



HHuuffttt.... ternyata sifat dan karakter manusia itu beragam, tinggal bagmana kita mempelajari karakter orang yang kita hadapi  dan masuk ke golongan yang mana dan bagaimana kita menghadapinya setelah kita paham dengan karakternya... oh iya dari ke empat karakter diatas timbul pertanyaan bahwa karakter manakah yang paling baik, dan menurut Florence, tak ada yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orang sanguinis, dunia ini akan terasa sepi. Tanpa orang melankoli, mungkin tak ada kemajuan di bidang riset, keilmuan dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia ini akan berantakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang phlegmatis, tiada orang bijak yang mampu mendamaikan dunia.

Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah keterampilan kita berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill). Seorang yang ahli dalam berurusan dengan orang lain, ia akan mudah beradaptasi dengan berbagai watak itu. Ia tahu bagaimana menghadapi sifat pelupa dan watak acaknya kaum sanguinis, misalnya dengan memintanya untuk selalu buat rencana dan memintanya melakukan segera. Ia jago memanas-manasi (menantang) potensi orang koleris mencapai goal-nya, atau `membakar’ sang phlegmatis agar segera bertindak saat itu juga. 

Hhhmmm Inilah seninya, dalam berinteraksi dengan orang lain. Tentu saja awalnya adalah, dirilah dulu yang harus berubah. Belajarlah jadi pengamat tingkah laku manusia…lalu tertawalah!!!!!!!!!!!, maka semua karakter akan mudah di mengerti..... so guys.... mari kita berubah, dan mari pahami karakter teman2 kita.....^^


"Mencoba mengerti orang lain"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar